Rewriting History, Tren Global Yang Mencemaskan Atau Kesempatan Yang di Untungkan

Generated image
Foto Fadli Zon

Sejarah Kini Sedang Ditulis Ulang, Siapa yang Diuntungkan?

Fenomena penulisan ulang sejarah kini tengah marak terjadi di berbagai belahan dunia. Dari penghapusan patung tokoh kolonial di Amerika Serikat dan Eropa, hingga revisi buku pelajaran sejarah di Asia, termasuk Indonesia, banyak pihak kini memperdebatkan apa sebenarnya tujuan dari upaya tersebut. Apakah ini langkah penting untuk memperbaiki narasi sejarah yang bias? Ataukah justru sebuah bentuk manipulasi untuk kepentingan politik masa kini?

Dinamika Global, Dari Amerika Hingga Indonesia

Di Amerika Serikat, gelombang protes terhadap rasisme sistemik beberapa tahun terakhir mendorong pencabutan patung-patung tokoh Konfederasi. Sementara di Inggris, diskusi publik ramai setelah patung Edward Colston - seorang pedagang budak - dijatuhkan massa di Bristol. Di Indonesia, wacana peninjauan kembali narasi sejarah G30S/PKI juga terus mengemuka. Sejumlah akademisi menganggap buku sejarah nasional terlalu simplistik, mengabaikan keragaman versi saksi dan penelitian baru. Pemerintah bahkan telah menyatakan perlunya pendekatan sejarah yang lebih “objektif dan inklusif” agar tidak sekadar menjadi alat legitimasi rezim tertentu.

Indonesia Uji Publik Dimulai 20 Juli

Kementerian Kebudayaan RI turut menginisiasi revisi besar-besaran narasi sejarah nasional dalam 11 jilid, dari masa prasejarah hingga era kepresidenan Jokowi. Proyek ini melibatkan 113 sejarawan dan perkiraan selesai pada Agustus 2025, bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI ke-80, draft awal yang bocor menunjukkan beberapa peristiwa sensitif-terutama pelanggaran HAM berat seperti tragedi 1965 dan peristiwa reformasi-tidak ditulis dalam teks utama, memicu kritik keras karena dianggap kurang transparan dan terlalu cepat. Menteri Fadli Zon menyatakan bahwa hasilnya akan diuji publik melalui seminar terbuka di kampus mulai 20 Juli 2025, melibatkan berbagai stakeholder untuk memperkaya narasiAliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) mengecam draf awal sebagai bentuk manipulasi narasi dan selektif karena menghilangkan fragmentasi penting dari sejarah

Menatap ke Depan

Meskipun penulisan ulang sejarah sering memicu kontroversi, banyak pihak menilai langkah ini juga bisa menjadi momentum penting untuk menghadirkan narasi yang lebih adil. Dengan catatan, prosesnya dilakukan terbuka, melibatkan berbagai pihak, serta bersandar pada penelitian yang kredibel. Sebagaimana kata bijak, sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga cermin untuk masa depan. Semoga upaya peninjauan ulang sejarah yang terjadi saat ini benar-benar menghadirkan pelajaran, bukan sekadar kepentingan sesaat.


Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url